Rabu, 17 November 2010

Ca Nasofaring


TINJAUAN TEORITIS PENYAKIT

1.     
ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN TERKAIT

Faring
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut kepada larynx pada dasar tengkorak.
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal). Orofaring adalah bagian dari faring merrupakan gabungan sistem respirasi dan pencernaan.
Faring terdiri atas:
a. Nasopharinx
  • ada saluran penghubung antara nasopharinx dengan telinga bagian tengah, yaitu Tuba Eustachius dan Tuba Auditory
  • ada Phariyngeal tonsil (adenoids), terletak pada bagian posterior nasopharinx, merupakan bagian dari jaringan Lymphatic pada permukaan posterior lidah
b. Oropharynx
Merupakan bagian tengah faring antara palatum lunak dan tulang hyoid. Refleks menelan berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan, makanan terdorong masuk ke saluran pencernaan (oesephagus) dan secara simultan katup menutup laring untuk mencegah makanan masuk ke dalam saluran pernapasan
c. Laringopharynx
Merupakan posisi terendah dari faring. Pada bagian bawahnya, sistem respirasi menjadi terpisah dari sistem digestil. Makanan masuk ke bagian belakang, oesephagus dan udara masuk ke arah depan masuk ke laring.
2.      DEFENISI
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty & Nurbaiti, 2001).
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Karsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT.
Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Didapatkan lebih banyak pada pria dari pada wanita, dengan perbandingan 3 : 1 pada usia / umur rata-rata 30 –50 th.
3.      ETIOLOGI
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya karsinoma nasofaring:
ü      Epstein-Barr Virus (EBV)
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring.
ü      Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
ü      Mediator di bawah ini dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring yaitu :
a.       Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin.
b.      Keadaan sosio-ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
c.       Sering kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen, seperti : benzopyrenen , benzoanthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu
ü      Ras dan keturunan
Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid
ü      Radang kronis daerah nasofaring
ü      Penggunaan tembakau
Salah satu faktor risiko terbesar kanker pada kepala dan leher, 85% kanker kepala dan leher disebabkan oleh factor ini.
ü      Alcohol
Konsumsi yang sering dan tinggi adalah faktor risiko kanker pada kepala dan leher.
ü      Jenis Kelamin
Laki-laki 2 kali lebih berpotensi menderita penyakit ini dibandingkan wanita.
ü      Usia
Karsinoma nasofaring lebih sering menyerang seseorang yang berusia diatas 30 tahun.
ü      Hormonal
Adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.

4.      PATOFISIOLOGI
Terbukti bahwa infeksi virus Epstein-Barr dapat menyebabkan karsinoma nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protein-protein laten pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus di dalam sel host. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda (marker) dalam mendiagnosa karsinoma nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP- 2A dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita karsinoma nasofaring LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien karsinoma nasofaring.
Selain itu, dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) dalam Rusdiana (2006) terhadap suku Indian asli bahwa EBV DNA di dalam serum penderita karsinoma nasofaring dapat dipakai sebagai biomarker pada karsinoma nasofaring primer.
Hubungan antara karsinoma nasofaring dan infeksi virus Epstein-Barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari bagian yang berbeda di dunia ini . Pada pasien karsinoma nasofaring dijumpai peninggian titer antibodi anti EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya, mengemukakan keberadaan EBV DNA dan EBNA di dalam sel penderita karsinoma nasofaring.
Terdapat 5 stadium pada karsinoma nasofaring yaitu:
a.       Stadium 0: sel-sel kanker masih berada dalam batas nasopharing, biasa disebut nasopharynx in situ
b.      Stadium 1: Sel kanker menyebar di bagian nasopharing
c.       Stadium 2: Sel kanker sudah menyebar pada lebih dari nasopharing ke rongga hidung. Atau dapat pula sudah menyebar di kelenjar getah bening pada salah satu sisi leher.
d.      Stadium 3: Kanker ini sudah menyerang pada kelenjar getah bening di semua sisi leher
e.       Stadium 4: kanker ini sudah menyebar di saraf dan tulang sekitar wajah.
Konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat mengaktifkan Virus Epstein Barr ( EBV). Ini akan menyebabkan terjadinya stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
5.      TANDA DAN GEJALA
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :
a.       Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.
·        Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
·        Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
b.      Gejala pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
·        Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba (berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
·        Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
c.       Gangguan mata dan syaraf
Karena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik. Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
d.      Metastasis ke kelenjar leher
Yaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.

6.      PENATALAKSANAAN MEDIS
Radioterapi merupakan pengobatan utama. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil. Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan radiasi yang bersifat “RADIOSENSITIZER”.

7.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PENUNJANG
v     Pemeriksaan Penunjang :
1.      Nasofaringoskopi
Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi topikal dengan Xylocain 10 %
2.      Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.
3.      Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui infeksi virus E-B.
4.      Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

v     Pemeriksaan diagnostic yang dipaparkan dalam Cancer. Net (2008):
1.      Magnetic resonance imaging (MRI), menghasilkan secara detail gambaran tubuh, khususnya jaringan lunak. MRI sensitivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan CT Scan dalam mendeteksi tumor nasofaring dan kemungkinan penyebarannya yang menyusup ke jaringan atau nodus limfe
2.      Bone scan. Prosedur ini menggunakan material radioaktif yang sangat kecil untuk menentukan apakah kanker telah menyebar sampai ke tulang. Alat ini menggambarkan bila tulan sehat maka pada kamera akan tampak berwarna abu-abu, dan bila ada kanker akan tampak gelap.
3.      Neurologic tests. Tes ini untuk mengetahui fungsi nervus, khususnya sensasi taktil wajah dan fungsi gerak pada nervus tertentu di area leher dan kepala.
4.      Hearing test. Tes ini dilakukan bila diduga ada cairan pada telinga tengah.
5.      Positron emission tomography (PET) scan. A PET scan adalah alat yang digunakan untuk menciptakan tampilan gambaran organ dan jaringan dalam tubuh. Substansi radioaktif yang berukuran kecil diinjeksikan ke dalam tubuh pasien dan akan terdeteksi oleh sebuah scanner, yang akan menghasilkan gambar.
8.      KOMPLIKASI
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah, mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring. Yang sering adalah tulang, hati dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma nasofaring dapat mengadakan metastase jauh, ke paru-paru dan tulang, masing-masing 20 %, sedangkan ke hati 10 %, otak 4 %, ginjal 0.4 %, dan tiroid 0.4 %.
Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah bening pada leher dan kelumpuhan saraf kranial.
9.      PENCEGAHAN
Meskipun beberapa faktor risiko karsinoma nasofaring tidak dapat dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan melalkukan perubahan gaya hidup. Menghentikan penggunaan rokok, karena hal ini adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi risiko karsinoma nasofaring. Selain itu pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah risiko tinggi ke tempat lainnya. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini.

1 komentar: